Lembaga Manajemen FE UI pada tahun
1987 melakukan penelitian dan berhasil merumuskan beberapa permasalahan
utama yang dihadapi SME (small medium enterprises):
1. Sebelum investasi
masalah permodalan: kemudahan usaha (lokasi dan perizinan);
2. Pengenalan
usaha: pemasaran, permodalan, hubungan usaha;
3. Peningkatan usaha: pengadaan bahan/barang;
4. Usaha menurun
karena: kurang modal, kurang mampu memasarkan, kurang keterampilan teknis, dan
administrasi;
5. Mengharapkan bantuan pemerintah berupa modal, pemasaran, dan
pengadaan barang;
6. 60 % menggunakan teknologi tradisional;
7. 70 % melakukan
pemasaran langsung ke konsumen;
8.Untuk memperoleh bantuan perbankan,
dokumen-dokumen yang harus disiapkan dipandang terlalu rumit.
Pembaca, melakukan switch
mental, dari mental ambtenaar ke wirausahawan, bukan soal mudah.
Tapi juga, ia bukan sesuatu yang luar biasa sulit. Terlalu lama meyakini,
berwirausaha itu sulit, membuat orang cenderung mematikan potensinya. Persis
data tahun 1987 di awal bab ini: semua terlalu rumit!
Tahukah Anda,
sejumlah orang yang sudah merasa dirinya terlalu lama menjadi orang
gajian, mulai tergelitik untuk memiliki
usaha sendiri. Keinginan itu diperkuat dengan sering membaca profil sukses
wirausahawan yang jumlahnya terus bertambah. Hasilnya, kebanyakan dari mereka
kian yakin mereka akan memilih menjalankan usaha sendiri. ”Jiwa wirausaha”,
harus dikembangkan di tengah masyarakat, karena manfaatnya bukan hanya bagi
sang enterpreneur tapi juga untuk penyehatan perekonomian masyarakat umumnya.
Organisasi, sebaiknya mulai menata diri untuk memiliki budaya kewirausahaan.
Berikut ini beberapa diantara syarat pencapaiannya.
Kepercayaan dan Kebersamaan
Budaya organisasi
harus mencakup ‘pertumbuhan’ kepercayaan timbal balik antar individu di
dalamnya. Dalam organisasi berdasar
hubungan, orang tidak diatur, tetapi mereka diperlakukan sebagai individu yang
layak dipercaya yang berkeinginan untuk membaktikan waktu dan tenaga mereka
pada apa ”yang ingin mereka lakukan” dan ”yang harus mereka lakukan”, karena
mereka memahami tidak ada pemisah antara keduanya. Jelasnya, harus terdapat
jiwa kepemilikan bersama dalam sebuah organisasi, yang membuat individu di dalamnya memiliki
komitmen mengoptimalkan kerja. Komitmen semacam itu adalah kondisi yang baik
untuk memulai investasi dalam bisnis, sekaligus mengapresiasi sebuah semangat
wirausaha yang muncul ditengah-tengah masyarakat.
Pembelajaran Kepemimpinan Wirausaha
Ada yang dihantui
rasa berat, bahwa keragaman amat sulit beroperasi secara sepakat dalam
menerapkan strategi pokok. Menurut kami, yang diperlukan adalah kesanggupan
untuk sepakat memanfaatkan seluruh kekuatan, saling melengkapi dalam sebuah
ikhtiar kesatuan tujuan. Dengan kepemimpinan semacam ini fokus keberhasilan
sudah jelas. Tanpa itu, keragaman memang menjadi ”hantu” penghambat pencapaian
tujuan. Kata simpulnya, tidak lain:
Keragaman yang
mencapai kesepakatan bulat, melengkapi kekuatan para pemimpin untuk mencapai
tujuan yang mempersatukan.
Saling Sokong Inisiatif Wirausaha
Kebanyakan
organisasi mapan beroperasi dibawah kepemimpinan yang terpusat. Desentralisasi
bisnis yang melahirkan unit-unit yang terpisah, dibangun di bawah arahan
penyokong yang terpilih dan berkemauan untuk mendukung insiatif-insiatif
ini. Sokongan ini, tentu saja, harus berasal dari tingkat tertinggi dengan
kemampuan pengambilan keputusan penuh.
Kegiatan
pendampingan penasihat, penyokongan dan pemberdayaan penting dalam mendukung
para wirausahawan dalam unit bisnis yang baru. Para penyokong/pendamping,
menyediakan sumber dan saluran untuk pengembangan kewirausahaan dan belajar,
serta diterapkan secara konsisten.
Arahkan Tim Wirausaha
Sebelum menyinggung
“arahan”, kita kenali tim wirausaha. Butir-butir berikut ini, menjelaskan tim
wirausaha:
Dimotivasi oleh rangsangan kesempatan
pasar yang telah diidentifikasi untuk dikejar.
Kualitas tim wirausaha adalah faktor yang
menentukan sukses dalam perusahaan yang sangat menguntungkan. Suatu tim
wirausaha terdiri dari anggota pendiri suatu perusahaan baru atau unit bisnis
sokongan.
Penting bahwa suatu tim diperlengkapi
peningkatan kekuatan dan pengetahuan. Merupakan tugas pimpinan wirausaha untuk
menyatukan dan menumbuhkan lapisan-lapisan ini menjadi tim kerja yang
terintegrasi.
Cara pikir yang beragam,
dilengkapi “kekuatan” dan “kesepakatan untuk tujuan yang dominan”, penting bagi
tim yang tepat sebagaimana campuran “keterampilan manajemen” dan
“wirausaha”.
Mengandung kesetiaan dan kepercayaan,
efektivitas kerja kelompok pengambil keputusan
Saat menyusun tim
yang spesifik dalam sebuah perusahaan, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan
sebagai tambahan adalah :
Apakah si calon memiliki pengalaman dalam
industri spesifik itu?
Apakah mereka memiliki catatan yang
membuktikan kompetensi mereka dalam inisiatif berwirausaha?
Akankah mereka memiliki kredibilitas pada
industrinya dan rekan timnya?
Jaringan kerja atau sumber daya apa yang
mereka bawa untuk tim?
Apakah mereka termotivasi untuk menjadi
bagian tim, unit dan diarahkan oleh inisiatif?
Hargailah Tingkah Laku Wirausaha
Masyarakat kita sering mencemooh bila ada
yang berprofesi sebagai wirausaha, terlebih bila ia berpendidikan tinggi, S2
apalagi S3. Ini tidak terlalu mengherankan karena stigma berpikir masyarakat
kita yang sudah sedemikian terpola: “Setelah lulus sekolah lalu kerja!”
Sangat jarang yang berpikir, setelah
lulus menciptakan pekerjaan. Manusia dalam katagori ini sering dibilang orang
gila, nggak waras, bodoh dan sederetan kecaman lain. Barulah setelah berhasil,
semua orang akan mendekat. Bukankah semua usaha yang dilakukan para
entrepreneur sukses pada awalnya dianggap gila hingga ia berhasil?
Karenanya ambil setiap kesempatan untuk
menunjukkan pada kolega, rekan dan tim Anda bahwa Anda percaya pada mereka dan memiliki keyakinan pada kemampuan mereka.
Tinggallah dalam perusahaan dan tetap dalam kendali jika Anda suka, namun
bertingkah lakulah sebagai pemimpin yang membantu dalam hubungan rekanan.
Hargailah rekan Anda untuk memiliki saham dalam
perusahaan.
Bangunlah Jaringan Kewirausahaan
Jaringan dan berhubungan dengan jaringan
selalu merupakan fondasi kuat untuk membangun bisnis. Karena kita hidup di
zaman pekerja berpengetahuan yang dioperasikan di bawah paradigma yang diarahkan
oleh mutu tinggi dan hubungan baik, dasar tersebut sangat penting untuk
keberhasilan.
Dengan database berlimpah, digabung
keuntungan praktis yang disediakan internet, diperoleh akses untuk berhubungan
ataupun untuk memperoleh ilmu pengetahuan. Sebelum era internet, belum pernah
ada jalan semudah ini. Saat ini, dengan sentuhan jari, pengetahuan yang dipilih
beserta detailnya dapat dikirimkan dan diterima. Tidak mengherankan inisiatif
bisnis wirausaha dapat bergerak dengan cepat dan mudah tumbuh dengan baik dan
kuat.
Terlalu banyak organisasi yang memiliki
unit yang menyimpan banyak hal untuk mereka sendiri dan cemas unit tetangga
mencuri ide-ide mereka. Kurangnya hubungan dalam organisasi adalah alasan utama
mengapa organisasi tersebut kehilangan kesempatan. Saat kekuatan semua sumber
daya dibawakan bersama-sama, tercapai keberhasilan yang lebih besar. Sekali
Anda melakukan kontak, pelihara mereka. Mereka adalah sumber daya wirausaha.
Ada cerita dari sebuah sudut Jakarta,
puluhan tahun silam. Saat itu, sudah masyhur,
bahwa perputaran uang terbesar di Indonesia terletak antara Glodok dan
Jembatan Tiga. Konon di daerah Jembatan Tiga, ada kedai mie yang dikenal
sebagai mie Toko Tiga. Di situ sering menjadi tempat mangkal para tauke. Bila
ada yang ingin melakukan bisnis dan butuh uang, tak jarang mereka hanya
mengambil secarik kertas bekas pembungkus rokok, menulis sedikit catatan
diatasnya serta sejumlah angka dan menandatanganinya. Dengan bekal kertas bekas
rokok tersebut si pembawa dapat melakukan peminjaman uang ke jaringan mereka di
Indonesia, bahkan hingga ke luar negeri. Tapi jangan coba-coba mengingkari
kepercayaan apalagi menipu. Sekali jalan ditutup tak kan terbuka lagi seumur
hidup bahkan hingga tujuh turunan.
Masih soal “jaringan” yang dirawat baik,
ada contoh menarik tentang sumber daya modal yang mengalir dengan amat
sederhana. Seorang kawan, mendapat cerita tentang bagaimana rekannya – seorang
keturunan Tionghoa, secara rutin memperoleh kiriman dana segar dari
rekan-rekannya. Usaha riilnya, melayani pengobatan alternatif tusuk jarum. Tapi
bukan dari urusan pengobatan itu, ia memperoleh dana relatif lancar. “Bisakah
kamu mengatakan, berapa orang yang benar-benar kawanmu? Lalu siapa diantara
kawan dekatmu, yang rela memberimu sekadar uang pertemanan setahun sekali
dengan nilai nominal tertentu. Setahun sekali, Bung. Takkan ada yang keberatan.
Nah, modal saya, cuma telpon genggam dan pulsa. Saya ingatkan kawan-kawan saya,
uang pertemannya tahun ini, saatnya ditransfer.” Nah, dengan mengirim pesan seperti
itu, si shinse kecil-kecilan ini mendapat dana rutin, setiap hari dari orang
yang berbeda. Semuanya, dari kawannya!
Saat istri kawan saya ini sedang menanti
kelahiran anaknya yang ketiga, ia dalam situasi tongpes (kantong
kempes)! “Duitku cuma ada satu jutaan di tabungan. Paling sedikit, kalau
istriku melahirkan normal, bisa habis sejutaan lebih. Kalau ada masalah, bisa
lebih besar. Aku khawatir sekali. Lalu kuingat kawanku, si shinse itu. Semua
nomor ha pe kawan yang ada dalam ha pe ku, kukirimi SMS,
memberitahu mereka, saat ini aku sedang berdebar-debar menunggui kelahiran anak
ketiga di rumah sakit. Habis itu, aku pasrah saja. Beberapa kawan membalas,
menanyakan nomor rekeningku. Eh, tak lama, paginya, setelah kulunasi duapertiga
biaya persalinan, aku masih punya tunggakan. Kujanjikan kepada petugas
adminsitrasi, siang itu juga kekurangannya akan kulunasi. Kawan, tahu apa yang
terjadi saat aku periksa saldo di rekeningku.
Saldo tabunganku, bertambah dua kali lipat. Lebih dari cukup untuk
melunasi tunggakan biaya istri melahirkan. Bahkan esoknya masih ada beberapa
transfer susulan.”
Pembaca, kisah tauke Jembatan Tiga, shinse
dengan sumbangan pertemanannya, dan kawan saya yang baru melahirkan anak ketiga
itu, adalah contoh, betapa penting merawat “jaringan”. Jaringan, adalah
sekumpulan individu yang memiliki rasa respek terhadap diri kita, karena
kredibilitas pertemanan kita yang bisa diandalkan. Bisnis, di zaman kapan pun,
akan eksis dengan kredibilitas semacam ini. Kewirausahaan, memang bukan cuma soal
“uang” tapi juga “jaringan”. Dunia perubahan sosial menyebutnya sebagai social
capital.
0 comments:
Post a Comment